Rabu, 02 Mei 2012

PERGAULAN MUDA-MUDI


Mengucapkan dan Menjawab Salam

1.      Islam mengajarkan kepada sesame muslim untuk saling bertukar salam apabila bertemu (QS. An-Nisa: 86) atau bertamu (QS. An-Nur: 27), supaya rasa kasih saying sesame dapat selalu terpupuk dengan baik.
“Kamu tidaklah akan masuk surge sebelum beriman, dan tidak akan beriman sebelum berkasih sayang. Maukah kamu aku tunjukkan suatu amalan yang akan dapat memupuk rasa kasih sayang sesamamu? Yaitu senantiasalah mengucapkan salam sesamamu.” (HR. Muslim)

2.      Salam yang diucapkan minimal adalah “Assalamualaikum”. Tetapi akan lebih baik dan lebih besar pahalanya apabila diucapkan secara lengkap.
“Seseorang dating kepada Nabi saw dan mengucapkan “Assalamualaikum”, Nabi menjawabnya, lalu duduk dan berkata: “Sepuluh.” Kemudian dating yang lain dan mengucapkan “Assalamualaikum warahmatullah.” Nabi menjawabnya, lalu duduk dan berkata: “Dua puluh.” Kemudian datang orang ketiga mengucapkan “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.” Nabi menjawabnya, lalu duduk dan berkata: “Tiga puluh.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
3.      Mengucapkan salam hukumnya sunnah, tetapi menjawabnya wajib–minimal dengan salam yang seimbang. (QS.An-Nisa: 86)
4.      Bila bertamu yang mengucapkan salam lebih dahulu adalah yang bertamu (QS. An Nur: 27), tetapi untuk bertemu yang terlebih dahulu mengucapkan salam adalah yang berada di atas kendaraan kepada yang berjalan kaki, yang berjalan kaki kepada yang duduk, yang sedikit kepada yang banyak, dan yang lebih muda kepada yang lebih tua.
“Yang berada di atas kendaraan lebih dahulu mengucapkan salam kepada yang berjalan kaki, yang berjalan kaki kepada yang duduk dan yang sedikit kepada yang banyak.” (Muttafaqun alaih)
“Yang muda lebih dahulu mengucapkan salam kepada yang lebih tua.” (HR. Bukhari)
Sekalipun sudah diatur demikian rupa siapa yang lebih dahulu mengucapkan salam, namun hal tersebut tidak berlaku ketat dan mengikat, bahkan Rasulullah memberikan catatan bahwa yang paling utama adalah yang paling dahulu memberikan salam.
“Seutama-utama manusia bagi Allah ialah yang mendahului memberikan salam.” (HR. Abu Daud)
“Seseorang bertanya: Ya Rasulullah, kalau dua orang bertemu maka, siapakah di antara keduanya yang harus memulai salam? Rasulullah menjawab: “Yang lebih dekat kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)
5.      Salam tidak hanya diucapkan waktu saling bertemu, tapi juga tatkala mau berpisah.
“Jika seseorang baru duduk dalam suatu majelis hendaklah dia mengucapkan salam, dan jika dia ingin pergi juga mengucapkan salam, tidaklah yang pertama lebih baik dari yang kedua.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
6.      Jika dalam rombongan, baik yang mengucapkan maupun yang menjawab salam boleh hanya salah seorang dari anggota rombongan tersebut.
“Bisa diterima dari satu rombongan yang lewat bila salah seorang (saja) di antara mereka yang mengucapkan salam, dan juga diterima jawaban salam dari salah seorang (saja) dari rombongan yang duduk.” (HR. Abu Daud)
7.      Rasulullah melarang orang Islam mengucapkan dan menjawab salam Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani)
“Janganlah kamu memulai mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani…” (HR. Muslim)
“Jika Ahlul Kitab member salam kepadamu, jawablah dengan “Waalaikum.” (H. Muttafaqun alaih)
Tapi bila Ahlul Kitab itu berada dalam satu majelis dengan orang-orang Islam kita boleh mengucapkan salam kepada majelis itu, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw.
“Diriwayatkan dari Usamah ra bahwasannya Rasulullah saw berjalan melalui majelis yang terdiri dari kaum muslimin, musyrikin penyembah berhala serta orang-orang yahudi, maka Rasulullah saw meberi salam kepada mereka.” (H. Muttafaqun alaih)
8.      Pria boleh mengucapkan salam kepada wanita dan begitu pula sebaliknya.
"Diriwayatkan oleh Asma' binti Yazid ra bahwa dia berkata: Nabi Muhammad saw lewat di hadapan kami-beberapa orang wanita-lalu beliau mengucapkan salam kepada kami." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
"Diriwayatkan dari Ummu Hani Fakhitah binti Abi Thalib ra dia berkata: "Saya datang kepada Nabi saw waktu Fath Makkah. Waktu itu Nabi sedang mandi dan ditutupi oleh Siti Fathimah dengan kain, maka saya memberi salam kepada beliau." (HR. Muslim)


Berjabat Tangan

Sebaiknya ucapan salam diikuti dengan berjabat tangan (bersalaman)–tentu jika memungkinkan.
“Tidaklah dua orang muslim bertemu, lalu bersalaman, melainkan Allah akan mengampuni dosa-dosa keduanya sebelum mereka berpisah.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan lain-lain)
Anjuran untuk berjabat tangan tidak berlaku antar pria dan wanita kecuali antara suami istri atau antara seseorang dengan mahramnya. Dalam mengambil bai’ah wanita muslimat, Rasulullah tidak pernah menjabat tangan mereka.
“Diriwayatkan dari Umaimah binti Ruqaiqah, dia berkata: “ Saya pernah menghadap Rasulullah saw dalam satu delegasi kaum wanita untuk berbai’ah. Beliau berkata kepada kami: “Sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan kalian semua (menjalankan bai’ah tersebut). Sesungguhnya saya sama sekali tidak menyalami wanita (yang bukan mahram dan bukan pula suami istri).” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Nasa’i)
“Diriwayatkan dari Aisyah ra, dia berkata: “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan seorang wanita pun (yang bukan mahram dan bukan pula istri beliau). Bila membai’ah kaum wanita beliau hanya membai’ahnya dengan lisan saja.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
“Sungguh, jika kepala seseorang di antara kamu ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik bagi dia dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dan Baihaqi)


Khalwah

Yang dimaksud khalwah adalah berdua-duaan antara pria dan wanita yang tidak punya hubungan suami istri dan tidak pula mahram tanpa ada orang ketiga. Dalam hadits yang melarang berkhalwah itu Rasulullah menyebutkan bahwa syaitan akan menjadi oknum ketiga (ingat apa tugas syaitan).
“Jauhilah berkhalwah dengan wanita. Demi Allah yang diriku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah berkhalwah seorang laki-laki dengan seorang wanita kecuali syaitan akan masuk di antara keduanya.” (HR. Thabrani)
Dalam hadits lain Rasulullah saw menjelaskan bahwa zina akan masuk lewat bermacam-macam pintu. Melalui pandangan mata, pendengaran, pembicaraan, rabaan tangan dan ayunan kaki.
“Sudah menjadi suratan nasib manusia itu senantiasa dibayangi oleh zina dan diapun pasti menyadari hal yang demikian itu: dua mata, zinanya adalah pandangan; dua telinga, zinanya adalah pendengaran; lidah, zinanya adalah pembicaraan; tangan, zinanya adalah berpegangan; dan kaki, zinanya adalah melangkah. Dan hati pun mulai bergejolak dan berkhayal. Akhirnya naluri seksual pun terpengaruh untuk menerima atau menolak.” (H. Muttafaqun alaih)

*Disampaikan pada ta’lim Kamis, 3 Mei 2012.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites