1. Islam
mengajarkan kepada sesame muslim untuk saling bertukar salam apabila bertemu
(QS. An-Nisa: 86) atau bertamu (QS. An-Nur: 27), supaya rasa kasih saying sesame
dapat selalu terpupuk dengan baik.
“Kamu
tidaklah akan masuk surge sebelum beriman, dan tidak akan beriman sebelum
berkasih sayang. Maukah kamu aku tunjukkan suatu amalan yang akan dapat memupuk
rasa kasih sayang sesamamu? Yaitu senantiasalah mengucapkan salam sesamamu.”
(HR. Muslim)
2. Salam
yang diucapkan minimal adalah “Assalamualaikum”. Tetapi akan lebih baik dan
lebih besar pahalanya apabila diucapkan secara lengkap.
“Seseorang
dating kepada Nabi saw dan mengucapkan “Assalamualaikum”, Nabi menjawabnya,
lalu duduk dan berkata: “Sepuluh.” Kemudian dating yang lain dan mengucapkan “Assalamualaikum
warahmatullah.” Nabi menjawabnya, lalu duduk dan berkata: “Dua puluh.” Kemudian
datang orang ketiga mengucapkan “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.” Nabi
menjawabnya, lalu duduk dan berkata: “Tiga puluh.” (HR.
Abu Daud dan Tirmidzi).
3. Mengucapkan
salam hukumnya sunnah, tetapi menjawabnya wajib–minimal dengan salam yang
seimbang. (QS.An-Nisa: 86)
4. Bila
bertamu yang mengucapkan salam lebih dahulu adalah yang bertamu (QS. An Nur:
27), tetapi untuk bertemu yang terlebih dahulu mengucapkan salam adalah yang
berada di atas kendaraan kepada yang berjalan kaki, yang berjalan kaki kepada
yang duduk, yang sedikit kepada yang banyak, dan yang lebih muda kepada yang
lebih tua.
“Yang
berada di atas kendaraan lebih dahulu mengucapkan salam kepada yang berjalan
kaki, yang berjalan kaki kepada yang duduk dan yang sedikit kepada yang banyak.”
(Muttafaqun alaih)
“Yang
muda lebih dahulu mengucapkan salam kepada yang lebih tua.”
(HR. Bukhari)
Sekalipun sudah diatur demikian rupa siapa yang
lebih dahulu mengucapkan salam, namun hal tersebut tidak berlaku ketat dan
mengikat, bahkan Rasulullah memberikan catatan bahwa yang paling utama adalah
yang paling dahulu memberikan salam.
“Seutama-utama
manusia bagi Allah ialah yang mendahului memberikan salam.”
(HR. Abu Daud)
“Seseorang
bertanya: Ya Rasulullah, kalau dua orang bertemu maka, siapakah di antara
keduanya yang harus memulai salam? Rasulullah menjawab: “Yang lebih dekat
kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)
5. Salam
tidak hanya diucapkan waktu saling bertemu, tapi juga tatkala mau berpisah.
“Jika
seseorang baru duduk dalam suatu majelis hendaklah dia mengucapkan salam, dan
jika dia ingin pergi juga mengucapkan salam, tidaklah yang pertama lebih baik
dari yang kedua.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
6. Jika
dalam rombongan, baik yang mengucapkan maupun yang menjawab salam boleh hanya
salah seorang dari anggota rombongan tersebut.
“Bisa
diterima dari satu rombongan yang lewat bila salah seorang (saja) di antara
mereka yang mengucapkan salam, dan juga diterima jawaban salam dari salah
seorang (saja) dari rombongan yang duduk.” (HR. Abu Daud)
7. Rasulullah
melarang orang Islam mengucapkan dan menjawab salam Ahlul Kitab (Yahudi dan
Nasrani)
“Janganlah
kamu memulai mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani…”
(HR. Muslim)
“Jika
Ahlul Kitab member salam kepadamu, jawablah dengan “Waalaikum.” (H.
Muttafaqun alaih)
Tapi bila Ahlul Kitab itu berada dalam satu majelis
dengan orang-orang Islam kita boleh mengucapkan salam kepada majelis itu, sebagaimana
yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw.
“Diriwayatkan
dari Usamah ra bahwasannya Rasulullah saw berjalan melalui majelis yang terdiri
dari kaum muslimin, musyrikin penyembah berhala serta orang-orang yahudi, maka
Rasulullah saw meberi salam kepada mereka.” (H. Muttafaqun
alaih)
8. Pria boleh
mengucapkan salam kepada wanita dan begitu pula sebaliknya.
"Diriwayatkan oleh Asma' binti Yazid ra bahwa
dia berkata: Nabi Muhammad saw lewat di hadapan kami-beberapa orang wanita-lalu
beliau mengucapkan salam kepada kami." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
"Diriwayatkan dari Ummu Hani Fakhitah binti Abi Thalib ra dia berkata: "Saya datang kepada Nabi saw waktu Fath Makkah. Waktu itu Nabi sedang mandi dan ditutupi oleh Siti Fathimah dengan kain, maka saya memberi salam kepada beliau." (HR. Muslim)
"Diriwayatkan dari Ummu Hani Fakhitah binti Abi Thalib ra dia berkata: "Saya datang kepada Nabi saw waktu Fath Makkah. Waktu itu Nabi sedang mandi dan ditutupi oleh Siti Fathimah dengan kain, maka saya memberi salam kepada beliau." (HR. Muslim)
Berjabat Tangan
Sebaiknya ucapan salam diikuti
dengan berjabat tangan (bersalaman)–tentu jika memungkinkan.
“Tidaklah
dua orang muslim bertemu, lalu bersalaman, melainkan Allah akan mengampuni
dosa-dosa keduanya sebelum mereka berpisah.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan
lain-lain)
Anjuran untuk berjabat tangan
tidak berlaku antar pria dan wanita kecuali antara suami istri atau antara
seseorang dengan mahramnya. Dalam mengambil bai’ah wanita muslimat, Rasulullah
tidak pernah menjabat tangan mereka.
“Diriwayatkan
dari Umaimah binti Ruqaiqah, dia berkata: “ Saya pernah menghadap Rasulullah
saw dalam satu delegasi kaum wanita untuk berbai’ah. Beliau berkata kepada
kami: “Sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan kalian semua (menjalankan bai’ah
tersebut). Sesungguhnya saya sama sekali tidak menyalami wanita (yang bukan
mahram dan bukan pula suami istri).” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Nasa’i)
“Diriwayatkan
dari Aisyah ra, dia berkata: “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah
menyentuh tangan seorang wanita pun (yang bukan mahram dan bukan pula istri
beliau). Bila membai’ah kaum wanita beliau hanya membai’ahnya dengan lisan
saja.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
“Sungguh,
jika kepala seseorang di antara kamu ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik
bagi dia dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR.
Thabrani dan Baihaqi)
Khalwah
Yang dimaksud khalwah adalah
berdua-duaan antara pria dan wanita yang tidak punya hubungan suami istri dan
tidak pula mahram tanpa ada orang ketiga. Dalam hadits yang melarang berkhalwah
itu Rasulullah menyebutkan bahwa syaitan akan menjadi oknum ketiga (ingat apa
tugas syaitan).
“Jauhilah
berkhalwah dengan wanita. Demi Allah yang diriku berada dalam genggaman-Nya,
tidaklah berkhalwah seorang laki-laki dengan seorang wanita kecuali syaitan
akan masuk di antara keduanya.” (HR. Thabrani)
Dalam hadits lain Rasulullah saw
menjelaskan bahwa zina akan masuk lewat bermacam-macam pintu. Melalui pandangan
mata, pendengaran, pembicaraan, rabaan tangan dan ayunan kaki.
“Sudah
menjadi suratan nasib manusia itu senantiasa dibayangi oleh zina dan diapun
pasti menyadari hal yang demikian itu: dua mata, zinanya adalah pandangan; dua
telinga, zinanya adalah pendengaran; lidah, zinanya adalah pembicaraan; tangan,
zinanya adalah berpegangan; dan kaki, zinanya adalah melangkah. Dan hati pun
mulai bergejolak dan berkhayal. Akhirnya naluri seksual pun terpengaruh untuk
menerima atau menolak.” (H. Muttafaqun alaih)
0 komentar:
Posting Komentar