Jumat, 06 Mei 2011

Spirit Sang Pencerah: Menunggu Generasi Pencerah Selanjutnya


Bulan Syawal 1431 H kita disuguhkan oleh film yang bercerita tentang salah satu pahlawan nasional di Indonesia. Sang Pencerah. Ya, itulah film yang mengisahkan KH. Ahmad Dahlan. Beliau lebih dikenal sebagai pendiri Persyarikatan Muhammadiyah.

Sejak premiernya di bioskop Indonesia, film tersebut mendapat sambutan yang luar biasa dari segenap masyarakat Indonesia. Film yang semula dianggap segmented itu ternyata juga tidak hanya menarik bagi para aktivis, waga, dan simpatisan Muhammadiyah saja. Bahkan mereka yang belum mengenal tentang Muhammadiyah pun ramai-ramai untuk menonton film tersebut.


Film ini sungguh sangat menarik bagi segenap masayarakat, terutama para warga Muhammadiyah. Film ini mengisahkan bagaimana perjuangan seorang Ahmad Dahlan yang memiliki nama kecil Muhammad Darwis dalam memurnikan ajaran agama yang saat itu masih tercampur oleh budaya Hindu Budha. Tidak berhenti disitu saja, kecemasan Ahmad Dahlan pun yang akhirnya mendorong untuk mendirikan perkumpulan yang akhirnya diberi nama Muhammadiyah.

Ada banyak pelajaran yang bisa menginspirasi kita untuk meneruskan perjuanga beliau. Sebenarnya bagi anak didik Muhammadiyah, kisah ini tentu tidak asing lagi karena ini tentunya sudah banyak dimuat dan diajarkan dalam buku-buku kemuhammadiyah. Namun dengan visualisasi yang berupa film, hal ini menjadi sangat menarik dan tidak membosankan.

Seorang Darwis ternyata sudah mulai peka terhadap keadaan masyarakat sekitarnya yang sudah sedemikian melenceng dari ajaran Islam. Dia merasa resah dengan praktek sesajen yang dapat menimbulkan kesyirikan. Dahlan kecil juga sudah sedemikian besar semangatnya untuk mempeajari Islam secara mendalam. Itulah yang akhirnya membuatnya berangkat ibadah haji di usanya yang saat itu masih 15 tahun.

Setelah 5 tahun di Makkah dan berganti nama menjadi Ahmad Dahlan, maka dimulailah dakwah beliau di tanah Kauman, Yogyakarta. Beliau termasuk Kiai yang berani dan teguh pendirian dalam mendakwahkan Islam. Beliau berani melakukan sesuatu yang belum pernah dikenal sebelumnya. Tujuannya hanya satu, pemurnian agama Islam.

Beliaulah yang pertama kali tanggap dalam hal masalah arah kiblat. Saat itu berdasarkan ilmu falak yang memang beliau kuasai, kiblat tanah jawa mengarah ke benua Afrika, bukan ke Masjidil Haram di Makkah. Beliau kemudian yang pertama kali mengadakan dialog untuk membenarkan arah kiblat ini kepada pembesar-pembesar Masjid Gede Yogyakarta, meskipun akhinya pendapat beliau ditolak karena menggunakan bantuan peta yang merupakan buatan orang kafir.

Ahmad Dahlan juga tidak anti terhadap pembaharuan selagi itu masih sesuai ajaran Islam dan bermanfaat untuk umat. Hal ini terlihat bagaimana beliau mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah pertama kali yang menggunakan meja dan kursi yang untuk kesekaian kalinya itu disebut oleh masayarakat sebagai peralatan orang kafir. Sehingga jadilah beliau dianggap “kiai kafir” oleh segolongan masyarakat setempat.

Ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari perjalan hidup seorang Ahmad Dahlan, meskipun yang diceritakan hanya sampai berdirinya Muhammadiyah. Bagaimana seorang Dahlan kecil yang sudah sedemikian tertarik mendalami Islam yang ini harus kita contoh untuk pribadi kita. Bandingkan dengan pemuda-pemuda kita saat ini yang sarat dengan kegiatan-kegiatan negatif. Mereka lebih terimage sebagai pemuda yang sarat dengan kehidupan hedonis.

Semangat dakwah Ahmad Dahlan yang hanya mengandalkan sabar dan ikhlas hanya karena Allah tampaknya juga harus menjadi inspirasi tersendiri bagi para aktivis muslim,. Perjuangan Ahmad Dahlan ketika itu memang sesuai dengan zamannya. Sesuai dengan apa yang dihadapinya di lingkungannya. Kebodohan akibat penjajahan, pelurusan arah kiblat, pembasmian praktik-praktik tahayul, bid’ah, dan khurafat, serta perjuangan-perjuangan yang lainnya.

Lalu bagaimana dengan kita yang hidup di zaman yang serba modern ini? Tentunya tantangan yang kita hadapi pun berbeda dengan apa yang terjadi pada saat KH. Ahmad Dahlan hidup. Tantangan kita saat ini begitu luas dan kompleks. Kehidupan yang serba materialistis, kemiskinan, kesenjangan sosial, praktik korupsi, kehidupan hedonis, dan masih banyak persoalan yang lainnya. Lalu apakah kita siap dan berani menghadapinya? Sudahakah kita tanggap dan melakukan aksi untuk merubahnya? Perlu diingat bahwa Ahmad Dahlan bukan sekedar bernarasi atau berwacana untuk mengubah keadaan, tapi beliau lebih menekankan kepada aksi. Siapkah kita untuk menjadi generasi pencerah selanjutnya? Menarik untuk kita tunggu. Generasi pemuda Indonesia. Generasi yang benar-benar mencerahkan.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites